Para ulama menjelaskan bahwa Allah ﷻ terkadang memberikan peringatan kepada seseorang melalui mimpi, sebagaimana Allah ﷻ juga terkadang memberikan kabar gembira melalui mimpi. Kisah ini menceritakan tentang seseorang yang tidak sabar menghadapi takdir yang Allah ﷻ tetapkan untuknya. Sikap buruknya ini ternyata tidak hanya merugikan dirinya sendiri, bahkan merugikan orang yang ada di sekitarnya terutama keluarganya. Melalui mimpi, ia mendapatkan peringatan dan akhirnya ia sadar akan kesalahannya selama ini.
Tingginya Kedudukan Perempuan
Islam adalah agama yang memuliakan perempuan. Semenjak lahir, perempuan sudah dimuliakan dalam Islam. Berbeda dengan adat jahiliyah dahulu, mereka meyakini bahwa anak perempuan merupakan sebab kesialan dan tercorengnya kehormatan keluarga. Sehingga, tidak jarang di antara mereka didapati mengubur bayi perempuannya hidup-hidup.
Demikian juga setelah dewasa, Islam sangat memuliakan perempuan. Rasulullah ﷺ pernah berpesan kepada salah satu sahabatnya Anjasyah radhiyallahu ‘anhu:
ارْفُقْ يَا أَنْجَشَةُ بِالْقَوَارِيرِ
“Bersikap lembutlah kepada al-Qawarir (gelas kaca) wahai Anjasyah” (HR. Bukhari no. 6209). Dalam hadis ini, wanita disebut sebagai gelas kaca, untuk menunjukkan betapa pentingnya bersikap lembut dan menjaga perasaan seorang perempuan.
Pun ketika sudah dewasa dan menjadi seorang ibu, seorang anak diperintahkan untuk berbakti kepada ibu melebihi kebaktian kita kepada ayah. Hal ini dikarenakan sulitnya kondisi seorang ibu pada saat mengandung, melahirkan, dan menyusui yang tidak bisa ditandingi oleh ayah.
Kisah yang akan kita pelajari kali ini diceritakan oleh Syekh ‘Abdurrazzãq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullãh, pengajar tetap Masjid Nabawi kota Madinah dan Dosen Pascasarjana Fakultas Akidah di Universitas Islam Madinah. Seorang ‘alim yang sudah beberapa kali menyampaikan daurah di beberapa daerah di Indonesia.
Beliau mendapatkan kisah ini dari temannya yang sudah wafat dengan mendengarnya secara langsung. Beliau bercerita bahwa temannya ini, Allah berikan karunia berupa anak-anak perempuan. Jumlahnya tidak sedikit. Empat anak, perempuan seluruhnya. Ketika itu, mulailah sang suami mengeluhkan kondisi istrinya yang hanya melahirkan anak perempuan. Ia mulai susah menerima keadaan ini.
Ketika istrinya hamil anaknya yang kelima, sang suami mulai berbicara dengan kata-kata yang cukup melukai hati sang istri. Ia katakan: “Kamu ini wanita yang tidak bisa melahirkan kecuali hanya anak perempuan.” Ia juga menyebutkan kekurangan-kekurangan yang dimiliki sang istri. Sehingga, ucapan sang suami ini menjadikan istrinya sedih. Ditambah,ketika istrinya melahirkan, ia masih melahirkan anak perempuan.
Di masa kehamilan yang keenam, suami itu kembali mengucapkan kalimat yang menjadikan istrinya sakit hati. Bahkan, kali ini ia mengancam akan menceraikan istrinya jika masih perempuan yang ia lahirkan. Bukan hanya sekali, sang suami beberapa kali mengulang ancaman cerainya ini. Qadarullah, ternyata, lagi-lagi anak yang terlahir kali ini berjenis kelamin perempuan.
Namun, saat itu sang suami tidak melakukan apa yang ia ancamkan kepada istrinya. Ia tetap bertahan dengan istrinya sampai kehamilan anak yang ketujuh. Walau masih saja sering mengucapkan kalimat yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, yaitu merendahkan dan mengancam istrinya.
Ketika sudah dekat dengan waktu kelahiran anaknya yang ketujuh, sang suami melihat dalam mimpinya sesuatu yang sangat aneh. Ia melihat bahwa hari Kiamat sudah terjadi, dan ia melihat dirinya dibawa oleh para makhluk yang sangat kuat dan bengis ke neraka.
Saat ia sampai di hadapan pintu neraka yang pertama, di sana dia mendapati anak pertama yang mencegahnya dilempar ke dalam api neraka. Anak perempuan yang ia benci menjadi tameng untuknya. Maka ia pun ditarik munuju pintu neraka kedua, di sana ada anaknya yang kedua dan juga menyelamatkan dirinya dari neraka. Ditariklah ia ke pintu ketiga, keempat, kelima sampai keenam, didapatinya di setiap pintunya terdapat anak-anaknya yang mencegah dan melindunginya dari neraka.
Sampai ketika ia dibawa ke pintu ketujuh (sebagaimana kita ketahui bahwa pintu neraka ada tujuh), tidak ada yang mencegahnya di pintu ketujuh. Didorongnya ia ke dalam neraka, ia pun terbangun dari tidurnya dalam kondisi sangat kaget disertai rasa takut yang luar biasa.
Mimpi ini pun menyadarkan dirinya. Ia sadar akan sikap salahnya selama ini. Ia yang terbiasa mencela dan menentang takdir Allah, menghina istrinya sebab anak perempuan, bahkan tidak jarang dengan ucapan yang sebenarnya tidak pantas diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya, kini menyadari kesalahannya. Keinginannya pun seketika berubah, dari sebelumnya menginginkan anak laki-laki, sekarang justru sangat menginginkan anak perempuan, mengingat betapa besarnya faidah anak perempuan bagi kehidupannya baik di dunia dan maupun di akhirat.
Faidah dari Kisah
Kisah yang disebutkan oleh Syekh ‘Abdurrazzaq ini mengandung banyak faidah, di antaranya: Pertama, betapa mulianya seseorang ketika mendapatkan karunia anak perempuan.
Sungguh, keberhasilan orang tua dalam mendidik anak perempuan diyakini menjadi sebab terlindunginya sang orang tua dari azab neraka. Rasulullah ﷺ bersabda
مَنْ يَلِي مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ شَيْئًا، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ، كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
“Siapa saja yang mengurusi beberapa anak perempuan, kemudian ia didik mereka dengan sebaik-baiknya, niscaya mereka akan menjadi pelindung baginya dari api neraka”. (HR. Bukhari no.1418 dan Muslim no. 2629).
Dalam riwayat lain disebutkan:
مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّار
“Siapa saja yang diuji dengan anak-anak wanita, maka mereka akan menjadi pelindung baginya dari api neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis ini digunakan lafaz man ubtuliya (siapa yang diuji) karena memang anak perempuan merupakan ujian. Jika seseorang tidak pandai menjaga kehormatan dan aurat anak perempuannya dengan baik, maka ia terancam menjadi seorang yang dikatakan dayyuts yang terancam tidak masuk surga.
Imam Nawawi menjelaskan alasan mengapa anak perempuan disebut ujian, beliau menjelaskan: “Dikarenakan sebagian orang tidak senang ketika diberi karunia anak wanita.” (Syarh Sahih Muslim jilid 16 Hal. 179). Adapun Syekh al-Mubarakfuri menjelaskan alasan perempuan dikatakan sebagai ujian, karena nafkah untuknya harus terus ditanggung. Berbeda dengan laki-laki yang bisa mencari nafkah untuk dirinya sendiri. (Minnatul Mun’im jilid 4 Hal. 206)
Kedua, tidak mesti seseorang memiliki anak tujuh terlebih dahulu untuk mendapatkan perlindungan Allah ﷻ dari api neraka dengan sebab anak perempuan. Keutamaan ini bisa diraih walaupun seseorang baru memiliki dua anak perempuan. Selama ia mendidik mereka dengan pendidikan yang baik, maka ia memungkinkan mendapatkan keutamaan ini.
Ketiga, seseorang bisa mengambil pelajaran dari mimpi yang dialaminya selama tidak bertentangan dengan syariat dan tidak dijadikan sebagai landasan beragama.
Keempat, adanya larangan untuk tidak menceritakan mimpi buruk yang dilihatnya. Bisa jadi Syekh menceritakan mimpi buruk tersebut karena sebelumnya mimpi tersebut sudah terlanjur diceritakan oleh orang yang melihatnya, sementara di dalamnya terdapat pelajaran yang bisa kita ambil. Wallahu ‘alam.
Ditulis di Sukabumi, 12 Muharram 1445 H / 30 Juli 2023 M.