Mungkin saat ini, apabila kita membaca beberapa literatur, baik dari artikel, pernyataan para sosiolog atau pengamat masalah sosial, banyak yang menyatakan bahwa di negara kita tercinta Indonesia, rasa solidaritas, gotong-royong, dan kepedulian terhadap sesama telah mulai luntur dan patut disebut krisis. Padahal, seperti yang pernah kita tahu, sikap-sikap yang disebutkan tadi merupakan sesuatu yang pernah kita bangga-banggakan dari bangsa kita, selain dari keramahan masyarakatnya yang memang sudah terkenal dari sejak dahulu.
Rasa solidaritas dan kepedulian terhadap sesama adalah modal penting dalam ruang lingkup masyarakat yang lebih luas (bernegara, Pen) ataupun dalam lingkup lokal, desa dan ke-RT-an misalnya. Masyarakat yang pada dasarnya terdiri dari individu-individu yang berbeda memerlukan suatu perekat yang mampu meleburkan perbedaan itu, sehingga memiliki satu kesamaan, rasa saling memiliki, saling merasakan dan senasib-sepenanggungan.
Solidaritas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian sifat (perasaan) solider; sifat satu rasa (senasib dan sebagainya); juga perasaan setia kawan. Nilai senasib dan kesetiakawanan inilah yang masih sangat relevan dibutuhkan oleh kita saat ini. Dalam beberapa hal, kesetiakawanan oleh para pendahulu kita diwujudkan dalam bentuk nyata seperti dengan cara menjenguk orang yang sakit dengan membawakan makanan tertentu, kemudian saling membantu antar tetangga ketika mengalami kesusahan dan kesulitan, terutama dalam kesediaan pangan dan ekonomi, hingga ke masalah tentang pengurusan masalah kematian. Hal tersebut dimanifestasikan oleh pendahulu kita dengan sebuah tradisi yang disebut perelek.
Perelek sebagai sebuah kearifan lokal
Perelek adalah sebuah tradisi atau kearifan lokal di beberapa wilayah di Jawa Barat berupa kegiatan mengumpulkan beas (beras) maupun uang secara sukarela dalam suatu lingkup masyarakat kecil, biasanya tingkat Rukun Tetangga (RT), di mana beras atau uang tersebut nanti akan dikumpulkan dan disalurkan kembali ke warga yang memang membutuhkan. Karena bentuk urunan warga itu pada umumnya berbentuk beras, maka perelek sering disebut juga dengan beas perelek, atau ada juga yang menyebut dengan jimpitan.
Berdasarkan pengalaman yang penulis alami sendiri, biasanya perelek dikoordinasikan seorang petugas khusus yang bisa dipercaya masyarakat atau bahkan langsung oleh ketua RT di wilayah itu. Besaran nilainya atau jangka waktu penarikan perelek itu biasanya ditentukan terlebih dahulu dalam sebuah rapat atau musyawarah. Biasanya yang penulis ketahui, besaran perelek adalah segelas beras, sehingga dulu di beberapa tempat, sering ditemukan sebuah wadah khusus yang ditempatkan di beberapa rumah dan nanti petugas pengumpulan perelek tinggal mengambilnya di waktu-waktu yang telah ditentukan.
Manfaat perelek
Ada beberapa hal positif yang bisa kita ambil dari tradisi perelek ini, di antaranya adalah:
1. Perelek menumbuhkan rasa kepedulian dan kebersamaan.
Kalau dilihat dari segi jumlah beras atau uang yang dijadikan urunan warga, tidaklah seberapa besar nilainya. Tapi ada nilai yangย lebih berharga yaitu rasa peduli terhadap nasib sesama. Rasa peduli tersebut nantinya akan melahirkan rasa sepenanggungan. Mungkin yang menyumbang perelek juga dari segi ekonomi tidak berada dalam kondisi yang lebih dibandingkan dengan si pihak penerima sumbangan tersebut, akan tetapi rasa kesadaran yang timbul untuk ikut urunan adalah sesuatu hal yang patut untuk diapresiasi.
2. Perelek sebagai solusi sementara dari masalah ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat.
Dalam suatu masyarakat, tingkat ekonomi ataupun kebutuhan individu warganya tentu berbeda-beda. Ada yang dikategorikan berkecukupan, menengah atau bahkan kekurangan. Dari perelek yang terkumpul itu, diharapkan bisa dijadikan solusi jangka pendek atau sementara ketika ada masalah-masalah sosial dan ekonomi yang cukup mendesak. Misalnya di musim-musim tertentu, paceklik misalnya, beras yang terkumpul bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan ataupun kebutuhan primer lainnya. Sehingga bila perelek ini bisa dikelola dengan baik, masalah-masalah tersebut tentunya akan mudah diatasi dengan segera.
Demikianlah pembahasan singkat mengenai perelek, suatu tradisi yang masih bertahan di beberapa wilayah di Jawa Barat. Sudah selayaknya hal ini bisa terus dipertahankan, karena dalam kerangka sosial kemasyarakatan, juga dalam tinjauan agama, mengandung hal-hal yang positif, seperti ikut meringankan beban warga yang membutuhkan, merekatkan tali silaturahmi dan yang lainnya. Semoga bermanfaat.
*Penulis adalah Pengampu Mata Pelajaran IPS Terpadu di Madrasah Aliyah Al Ma’tuq.