Sampah dan Pengelolaannya
Lingkungan rumah/sekolah/pesantren yang bersih disertai hijaunya pepohonan merupakan dambaan hidup setiap orang, karena hal tersebut merupakan sarana untuk hidup sehat dengan udara yang segar dan menyehatkan. Kondisi demikian tentunya tidak diperoleh kecuali dengan usaha yang sungguh-sungguh. Perlu pengetahuan, kesadaran, dan konsistensi dari diri sendiri dan kerja sama dengan masyarakat/komunitas di sekitarnya.
Terciptanya lingkungan yang bersih dan hijau merupakan buah dari (salah satunya) pengelolaan sampah yang baik. Sampah merupakan suatu keniscayaan dari adanya aktivitas manusia. Selama manusia masih ada, maka akan selalu ada sampah yang dihasilkan. Sampah ini kalau tidak dikelola dengan baik dan benar akan menimbulkan berbagai persoalan lingkungan yang pada akhirnya akan memengaruhi tingkat kesehatan kita sendiri.
Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh berita kebakaran TPA Sarimukti Bandung. Lahan TPA yang terbakar sudah mencapai 18,4 ha (71%) dari luas 25,8 ha. Kebakaran TPA ini menyebabkan ditutupnya TPA tersebut. Hal ini tentu saja mengakibatkan dampak lanjutan berupa tumpukan sampah di TPS dan pinggir-pinggir jalan raya Kota Bandung. Sampai-sampai Pemerintah Kota Bandung berencana menggali lapangan Tegallega untuk menimbun sampah-sampah tersebut.1 Kejadian serupa juga terjadi di TPA Sukawinatan Palembang, dan sangat mungkin terjadi di TPA-TPA lain.
Kejadian sejenis dalam berbagai skala akan terus bermunculan dan berulang. Selain kebakaran, tumpukan sampah yang sudah menggunung bisa pula menimbulkan musibah longsor. Seperti kejadian longsor di TPA Leuwi Gajah Cimahi tahun 2005 yang menewaskan 147 jiwa, atau TPA Galuga Bogor yang menewaskan 4 jiwa. Demikian pula TPA-TPA lainnya, hanya tinggal menunggu waktu saja untuk terjadinya longsor atau kebakaran, seiring dengan terus bertambahnya tumpukan sampah yang semakin menggunung tinggi.
Rata-rata tumpukan sampah yang ada di TPA di Indonesia sudah mencapai 70% s.d 80% dari luasan lahannya. TPA Bantargebang Bekasi seluas 115 ha saat ini sudah terisi 80% (39 juta ton) setinggi 40 m (setara gedung 16 lantai). Setiap hari TPA Bantargebang menerima sampah 7.500 s.d 7.800 ton. Pada akhirnya TPA Bantargebang akan over kapasitas. Demikian juga TPA-TPA lainnya terutama di Pulau Jawa.
Lantas, bagaimana dengan TPA Cikundul Kota Sukabumi?
Menurut Ibu Endah Aruni (Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Sukabumi), setiap harinya sampah yang masuk di TPA Cikundul tidak kurang dari 180 ton. Dari luas 10,8 ha saat ini kapasitasnya tinggal 1,2 hektar (11%) saja, itu pun saat ini masih dalam pengerjaan. Diperkirakan dapat bertahan 2 s.d 3 tahun ke depan.2
Ada risiko lain sebagai konsekuensi menumpuknya sampah yang luput dari pemberitaan pada umumnya, yaitu risiko yang bersifat gradual. Kejadian yang perlahan, bertahap, tetapi terus terakumulasi secara pasti. Risiko ini antara lain adalah rusaknya air tanah karena rembesan lindi dan emisi gas methane ke udara. Perlahan tetapi pasti hal ini merusak generasi.
Bagaimana tumpukan sampah bisa merusak generasi?
Bermula dari cairan lindi yang meresap ke air tanah, lindi ini adalah highly concentrated ‘chemical soups’, sehingga cemaran sedikit saja sudah bisa merusak air tanah dengan dahsyatnya. Berbagai senyawa kimia ada di dalamnya, termasuk yang beracun dan mengandung logam berat. Bahayanya lindi bagi generasi mendatang antara lain patut diduga ikut berperan dalam meningkatnya jumlah anak yang terlahir dengan autism selama 50 tahun terakhir.
Gas methane, selain efeknya per-satuan unit yang sama terhadap GHG (Green House Gas (meningkatnya suhu bumi)) 80 kali lebih besar dari gas CO2, juga berpengaruh langsung pada kesehatan. Risiko kelahiran prematur, penyakit cardiovasculair, stroke dan sebagainya ikut meningkat seiring meningkatnya cemaran gas methane di atmosfir bumi.3 Padahal agama kita memerintahkan kita menjaga keseimbangan alam dan tidak merusaknya.4
Oleh karenanya, sampah menjadi masalah global yang semakin mendesak untuk diselesaikan. Dalam beberapa dekade terakhir, seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia, produksi sampah telah meningkat secara signifikan yang menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Dengan memahami permasalahan sampah sebagaimana paparan di atas, marilah kita mulai peduli. Dan dengan mempelajari solusi-solusi yang ada, setiap kita dapat mulai mengambil peran dan berkontribusi dalam mengatasi permasalahan sampah ini.
Bagaimana perilaku masyarakat kita dalam menangani sampahnya? Sejujurnya, kita masih banyak mengandalkan pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup). Masyarakat di setiap daerah diberikan jadwal pengambilan sampah oleh truk sampah milik DLH. seperti di daerah kami (Cisaat), masyarakat menyimpan sampah di pinggir jalan atau depan rumah setiap hari Jumat untuk diangkut oleh truk sampah.
Lantas, apakah salah kalau kita membuang sampah ke TPA? Merujuk Undang Undang No. 18 Tahun 2008 tentang persampahan, pada Pasal 1: Tempat Pemerosesan Akhir (TPA) adalah adalah tempat untuk memeroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Pada Pasal 12 Ayat 1 terdapat ketentuan: “Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.” Demikian juga bagi “Pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.” (Pasal 13).
Jadi, menurut UU No. 18/2008, setiap kita maupun pengelola kawasan berkewajiban mengurangi dan menangani sampahnya masing-masing sebelum di buang ke TPA. Mengurangi sampah meliputi kegiatan (Pasal 20 Ayat 1):
- Pembatasan timbunan sampah (reduce),
- Pendauran ulang sampah (recycle), dan/atau
- Pemanfaatan kembali sampah (reuse).
Mengurangi sampah biasa kita sebut dengan istilah 3R (reduce, recycle, reuse). Sampah di rumah kita, mulailah dikurangi jumlah-nya (reduce). Hindari penggunaan kantong kresek, sendok/gelas/botol minum sekali pakai, tisu, dan bahan-bahan lainnya yang cenderung menambah timbunan sampah. Tetapi pakailah peralatan makan/minum yang bisa dipakai ulang, seperti membawa tumbler (botol minum) dan wadah/keranjang belanja sendiri. Untuk kita-kita yang bekerja di kantor, bijaklah dapat menggunakan kertas, pisahkan dan pakai kembali kertas yang baru digunakan satu sisi.
Kita juga bisa memulai memilah sampah yang bisa didaur ulang (recycle), seperti botol plastik, kertas, kardus, logam. Sampah jenis ini bisa kita sumbangkan ke pemulung/bank sampah. Bisa juga kita gunakan kembali dalam kegiatan berkebun, seperti bekas kemasan minyak goreng sebagai pot tanaman/bunga (reuse). Sampah sisa makanan (organik) bisa dijadikan kompos (dalam sistem biopori/komposter), sumber pakan ikan/ayam (dalam sistem budidaya magot), atau biogas (dalam sistem fermentasi bakteri anaerob). Setiap individu harus berkomitmen untuk mengurangi penggunaan barang-barang sekali pakai dan mengadopsi praktik berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mendaur ulang bahan, kita dapat mengurangi kebutuhan akan bahan baku baru, yang pada gilirannya dapat menghemat biaya produksi dan mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.
Sedangkan penanganan sampah meliputi kegiatan (Pasal 22):
- Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,
- Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST),
- Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber sampah dan/atau dari TPS atau TPST menuju Tempat Pemerosesan Akhir (TPA),
- Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, dan/atau
- Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sampah sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Berdasarkan undang-undang tersebut, setiap kita ataupun pengelola kawasan berkewajiban mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya. Penanganan sampah dimaksudkan adalah pemilahan sampah terlebih dahulu sebelum dibuang ke TPA sebagai bentuk akhir penanganan sampah. Jadi, jelas sudah bahwa pembuangan sampah ke TPA sebagai perlakuan akhir terhadap sampah setelah dilakukan pemilahan dan pengelompokan sampah.
Pemilahan sampah secara sederhana dibedakan menjadi sampah organik, anorganik, dan sampah buang. Sampah organik adalah sampah sisa makanan. Sampah ini bisa diolah menjadi kompos, pakan, maupun biogas. Sampah anorganik seperti kertas, kardus, logam bisa didaur ulang. Sedangkan sisanya sampah buang, yaitu sampah yang tidak bisa kita proses atau membutuhkan teknologi dan perlakuan khusus untuk mengolahnya, seperti sampah limbah rumah sakit dan sampah bahan berbahaya lainnya. Sampah inilah yang memang layak kita buang ke TPA.
Pengumpulan dan pembuangan sampah langsung ke TPA menyalahi ketentuan dan aturan yang berlaku di negara ini dan bisa terkena sanki hukum/pidana. Selain itu, kita juga sudah berperan dalam pencemaran udara akibat pembuangan sampah secara langsung tanpa pemilahan terlebih dahulu. Bau sampah yang dibawa oleh truk sampah sepanjang perjalanan menuju TPA akan mencemari udara dan tercium oleh setiap orang. Tentu kita tidak mau kan mendapatkan omelan/sumpah serapah orang lain akibat sampah? Dalam hadis Nabi disebutkan bahwa kita diperintahkan untuk menjaga perilaku kita terhadap tetangga supaya tidak menimbulkan kemudhorotan untuk mereka.5
Pengelola kawasan seperti perumahan, sekolah, pesantren dan lainnya juga harus sudah mulai memiliki kebijakan dan peraturan dalam pengelolaan sampah. Mengubah perilaku anggota masyarakat melalui edukasi dan pelatihan terus-menerus tentang persampahan. Menyediakan fasilitas pemilahan sampah, fasilitas daur ulang, dan pengolahan sampah lainnya. Sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak sampah terhadap lingkungan. Kampanye penyuluhan dan edukasi tentang pengurangan sampah, daur ulang, dan praktik pengelolaan yang berkelanjutan dapat membantu mengubah perilaku masyarakat.
Pendidikan tentang pengelolaan sampah dan kesadaran lingkungan harus menjadi bagian integral dari kurikulum sekolah. Dengan mengedukasi siswa-siswi, kita dapat berharap bahwa praktik berkelanjutan akan menjadi bagian alami dari kehidupan mereka. Para siswa ditumbuhkan kebiasaannya untuk membawa botol minum, membawa wadah makan atau keranjang belanja sendiri ketika jajan/belanja; belajar mengomposkan atau budidaya magot untuk mendaur ulang sampah organik; mulai memilah dan mengelompokkan sampah; praktik membuat ecobrik; belajar mengolah sampah menjadi energi (biogas/listrik).
Sekolah dan pondok pesantren tempat mereka belajar juga harus mendukung pengelolaan sampah yang baik. Sekolah/pesantren menyediakan tempat sampai terpilah, menyediakan area pengomposan, lubang biopori, komposter, budidaya magot, maupun sarana pengolahan sampai menjadi biogas atau listrik. Sekolah atau pesantren bisa menjalin kerja sama dengan pihak lain yang lebih kompeten dalam pengelolaan sampah, baik pihak pemerintah (DLH) maupun swasta, seperti waste4charge, waste to energi, rebricks Indonesia, incubifarm Sukabumi, jtec.co.id, dll.
Salah satu contoh negara dengan pengelolaan sampah yang baik adalah Swedia. Swedia sering dianggap sebagai contoh sukses dalam pengelolaan sampah. Mereka telah mengambil berbagai langkah inovatif untuk mengurangi, mendaur ulang, dan memproses sampah dengan cara yang lebih berkelanjutan. Salah satu kunci keberhasilan Swedia adalah fokus mereka pada pengurangan sampah dari sumbernya. Mereka mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsi barang-barang sekali pakai dan mempromosikan praktik daur ulang yang lebih baik. Program ini didukung oleh sistem pengumpulan sampah yang efisien, di mana sampah dibuang dalam wadah yang terpisah sesuai jenisnya.
Swedia juga telah mengembangkan teknologi pengolahan sampah yang canggih. Salah satu metodenya adalah pembakaran sampah untuk menghasilkan energi panas dan listrik. Dengan cara ini, mereka dapat mengurangi volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir. Lebih impresif lagi, mereka berhasil mengubah hampir 50% sampah mereka menjadi energi.
Pengelolaan limbah organik juga menjadi fokus utama di Swedia. Mereka telah mengembangkan sistem pengomposan yang efisien untuk mengolah limbah organik menjadi pupuk yang berguna. Hal ini tidak hanya mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang, tetapi juga mendukung pertanian berkelanjutan. Swedia juga memberikan insentif kepada warganya untuk mendaur ulang sampah, dengan cara memberikan uang sebagai imbalan untuk setiap botol atau kaleng yang didaur ulang. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka bahkan mengimpor sampah dari negara-negara lain yang kesulitan dalam mengelola sampah mereka sendiri, dan menggunakannya sebagai sumber energi.
Mari, mulai beraksi!
Sampah adalah masalah yang tidak akan hilang dengan sendirinya. Ini memerlukan tindakan nyata dari setiap individu, masyarakat, dan pemerintah. Penting untuk selalu mengingat bahwa kita semua berbagi tanggung jawab menjaga lingkungan ini untuk generasi mendatang. Setiap langkah kecil yang kita ambil untuk mengurangi, mendaur ulang, dan mengelola sampah dengan bijaksana adalah langkah menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan sehat bagi planet kita.
Visi masa depan yang menarik adalah dunia yang lebih bersih tanpa sampah. Untuk mencapai visi ini, kita perlu melakukan berbagai tindakan inovatif dan berkelanjutan. Jika kita semua bersatu dalam upaya ini, kita dapat menciptakan dunia di mana sampah bukan lagi masalah yang membebani, tetapi menjadi sumber inspirasi untuk inovasi dan perubahan positif.
***
Referensi
2https://www.rbg.id/sukabumi/pr-9446588786/kapasitas-tpa-cikundul-sisa-12-hektar
3https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0wt9PZGHxN188TiEnGigxWrpo3791eh4NZmBqq5taEymkQVraqbjhbqn7Giaurd23l&id=1482145451&mibextid=Nif5oz
4Q.S Al-A’rof, 7: 6; Q.S Ar-Rohman, 55: 9
5https://khazanah.republika.co.id/berita/qf1cbu320/pesan-rasulullah-saw-penjamin-surga-itu-ada-di-sebelah-kita