Motivasi

Melambatkan Kehidupan

Penulis : M. Rusli Agustian, S.IP

ORDER

Melambatkan Kehidupan

Penulis : M. Rusli Agustian, S.IP

Pernahkah kita menyadari bahwa kehidupan kita saat ini terasa berjalan sangat cepat? Tidakkah kita juga merasakan bahwa segala sesuatu yang manusia buat dan pikirkan baik dalam bentuk benda, sarana, ataupun tekhnologi, semua ditujukan untuk menunjang kecepatan dalam kehidupan manusia?

Kemajuan zaman atau yang sering kita sebut dengan “modern atau modernitas” memang telah menuntut kita untuk lebih cepat dalam menyelesaikan segala urusan, baik itu tentang pekerjaan, perjalanan, komunikasi dan lain sebagainya, sehingga muncullah istilah-istilah efektivitas, efisiensi, produktivitas, dimana akhirnya manusia diukur dari sampai sejauh manakah dia bisa menghasilkan suatu produk tertentu berbanding dengan waktu dan tenaga yang dia keluarkan. Nantinya, manusia yang mampu menyelesaikan sesuatu dengan seminimal mungkin waktu yang dibutuhkan, itulah manusia yang efisien, manusia modern, atau manusia yang hebat.

Tanpa sadar, istilah-istilah tersebut telah membawa kita, yang sejatinya adalah mahluk yang memiliki raga yang terbatas, jiwa dan perasaan, akhirnya menjadi mahluk yang bersikap “mekanis”, semuanya sudah seperti sudah diatur oleh kondisi dan keadaan yang mengharuskan kita untuk lebih cepat tadi. Nilai-nilai alamiah manusia baik sebagai mahluk yang individual dan juga mahluk sosial, lama-lama akan tercabut dari fitrah sebagai manusia itu sendiri.

Kecepatan Sebagai Kebutuhan.

Benarkah kecepatan adalah sebuah kebutuhan? Di masa sekarang, jawabannya iya. Kemajuan zaman dan teknologi memang berkonsekuensi seperti itu. Jaringan dan koneksi internet yang cepat dibutuhkan untuk menunjang produktivitas kerja, kemudian jalan tol, kereta cepat, pesawat bertenaga jet, adalah suatu keniscayaan dan kebutuhan untuk menunjang komunikasi dan transportasi manusia. Tapi apakah memang itu menjadi sebuah kebutuhan utama? Bukankah kita juga pernah mengalami fase kehidupan di mana ketika kita belum menemukan kecanggihan di atas, kehidupan berjalan seperti biasa, bahkan mungkin di zaman yang serba cepat ini kadang kita merasakan keinginan dan “romantisme” untuk kembali ke masa lalu? Masa di mana semuanya masih serba terbatas, di mana manusia ketika bertemu saling menyapa, bercengkrama secara langsung, dan kehidupan berjalan secara alamiah.

 Cara Melambatkan Kehidupan.

Ajakan ini bukanlah untuk mundur kembali ke belakang, karena sebuah kemustahilan kita bisa hidup kembali ke masa lalu, toh juga tidak mungkin kita menghindari kemajuan teknologi seperti yang kita rasakan sekarang, tapi setidaknya, mari kita nikmati kembali nilai-nilai alamiah kita sebagai manusia yang tadi saya sebutkan di atas, yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Bagaimana caranya? Beberapa hal atau contoh kecil yang bisa kita lakukan adalah

Pertama; menikmati dan mensyukuri kehidupan kita setiap hari. Apabila selama ini kita disibukkan dengan kegiatan atau terburu-buru dalam berangkat untuk beraktifitas hingga terlambat untuk sarapan, ataupun kita tidak pernah menikmati dengan tenang sarapan kita, mulai sekarang, cobalah untuk mengunyah dengan lambat dan sambil kita renungkan nikmat makanan tersebut yang diberikan oleh Allah kepada kita, mudah-mudahan dengan cara tersebut kita bisa lebih banyak bersyukur dan merasa bahwa makanan yang kita lahap tersebut adalah sebuah karunia dari Allah yang sangat berharga.

Yang kedua, dalam waktu-waktu tertentu, terutama ketika kita berinteraksi dengan orang lain, cobalah kita letakkan dahulu handphone (HP) kita, jadilah pendengar yang baik, karena mungkin saja kita sudah abai selama ini terhadap adab dan etika ketika kita berbicara dengan orang lain. Bukan hal yang asing lagi di masa sekarang kita temui, orang-orang yang berada dalam suatu ruangan, saling mengenal, tapi tidak terkoneksi satu sama lain, interaksi mereka tidak terbentuk, karena sibuk dengan gawainya masing-masing.

Ketiga, di masa sekarang ini, arus informasi masuk begitu deras dari berbagai sumber, sehingga tidak jarang kita kesulitan untuk membedakan mana berita yang benar dan mana yang hoax, sehingga apabila kita tidak menyaring semuanya itu dengan baik, kemampuan otak dan pikiran kita mungkin akan dipenuhi oleh informasi yang tidak penting, informasi sampah tersebut akan semakin menumpuk dan membuat kesehatan mental kita terganggu.

Keempat, kembalilah kepada keluarga. Keluarga adalah sebagai institusi sosial pertama tempat manusia mendapatkan pendidikan, pengalaman dan pengakuan atas statusnya sebagai manusia. Mungkin akibat dari kesibukan kita selama ini, ada hal-hak keluarga yang pernah kita abaikan. Inilah waktunya kita kembali memaknai nilai kebersamaan kita dengan mereka, singkirkan dulu gawai kita. Mari berkumpul bersama mereka. Dengarkan semua cerita mereka, nantinya kita akan merasakan sesuatu yang lebih berharga daripada kecanggihan zaman atau yang kita sebut dengan modernitas itu.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button