Akidah

Mengenal Tauhid dan Keutamaannya

Oleh: Ust. Muhammad Ihsan, B.A., M.Pd.

ORDER

Mengenal Tauhid dan Keutamaannya

Oleh: Ust. Muhammad Ichsan, B.A., M.Pd.

Tauhid merupakan pilar keimanan seorang hamba. Di dalam beribadah seorang hamba hendaknya hanya mengharapkan rida Allah semata dan tidak membuat tandingan bagi Allah. Sebab ini adalah salah satu dari dua syarat diterimanya sebuah ibadah, yaitu tulus ikhlas karena Allah serta sesuai dengan petunjuk Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 Sebagai muslim, kita perlu memahami bersama bahwa tauhid memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya keutamaan tauhid yang disebutkan di dalam Al-Qur’an maupun Hadis. Di antara keutamaan tauhid sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala firmankan:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku,” (QS. Az-Zariyat: 56)

Para ulama menjelaskan bahwa makna “untuk beribadah kepada-Ku” adalah “untuk mentauhidkan Aku.” Maka dapat kita pahami bahwa tauhid merupakan tujuan diciptakannya manusia di dalam kehidupan ini. Mustahil bagi Allah Subhaanahu wa ta’ala menciptakan manusia sekedar main-main saja atau tanpa ada tujuan nyata, tanpa adanya perintah dan larangan kepada hamba-Nya. Sebaliknya, tentu Allah ‘Azza Wa Jalla menciptakan manusia untuk satu tujuan yang mulia, yaitu untuk mengesakan peribadatan hanya kepada-Nya.

Kemudian di antara keutamaan tauhid lainnya adalah bahwa inti dari dakwah seluruh nabi dan rasul adalah untuk menjadikan manusia bertauhid di dalam peribadatan. Artinya, materi pokok yang diajarkan oleh para nabi dan rasul seluruhnya adalah tauhid. Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla dalam ayat-ayat berikut:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ

“Sungguh, pada setiap umat telah Kami utus seorang rasul (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah thagut[1.”

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا نُوْحِيْٓ اِلَيْهِ اَنَّه لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدُوْنِ

“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku,” (QS. Al-Anbiya:25)

B. Dalil tentang Pembagian Tauhid

   Allah Azza wa Jalla telah menyebutkan macam-macam tauhid di dalam banyak ayat di dalam kitab-Nya. Di antaranya adalah firman Allâh Azza wa Jalla di permulaan surat al-Fâtihah:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji bagi Allâh, Rabb semesta alam,” (QS.Al-Fatihah: 2)

Kalimat “Lillah” di atas menunjukan wajibnya seorang muslim untuk menetapkan tauhid Uluhiyah, semenatra kalimat ‘Rabb semesta alam’ menunjukan wajibnya seorang muslim untuk menetapkan tauhid Rububiyah. Adapun ayat setelahnya di dalam surat ini menunjukan wajibnya seorang muslim untuk menetapkan tauhid Asma’ wa Sifat. Ayat tersebut adalah:

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ

“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,”

Kemudian firman Allah tabaraka wa ta’ala di dalam ayat-ayat setelahnya dalam surah Al-Fatihah juga menunjukkan adanya tauhid Uluhiyyah (Ayat ke-5) maupun tauhid Rububiyyah (Ayat ke-4). Ayat-ayat lainnya yang semisal dengan ini sangatlah banyak di dalam Al-Quran. Oleh karenanya para salaf terdahulu dan juga empat mazhab, baik dari mazhab Hanabilah, Syafi’iyyah, Malikiyyah dan juga Hanafiyyah seluruhnya sepakat di dalam penetapan tiga jenis tauhid ini.

C. Definisi Tauhid

Pada hakikatnya, Kata “tauhid” bukanlah kata yang baru dalam Islam. Dalam bahasa Arab, kata tauhid adalah mashdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja:

وَحَّدَ – يُوَحِّدُ – تَوْحِيْدًا

wahhada – yuwahhidu –tauhîdan, yang artinya mengesakan atau menjadikan sesuatu menjadi satu.

Adapun secara istilah, tauhid berarti “Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Rububiyah-Nya, Uluhiyah-Nya serta mengesakan Allah pada kesempurnaan seluruh nama-nama dan sifat-sifat-Nya.” Allah ‘Azza wa Jalla berfirman di dalam beberapa ayat tentang konsep ini:

وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ

“Agar agama itu semata-mata hanya untuk Allah,” (QS. Al-Anfaal: 39),

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Sembahlah Allah saja dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun,” (QS. An-Nisa: 36),

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

“Maka sembahlah Allah saja dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai(nya),” (QS. Al-Mu`min: 14)

D. Keutamaan Tauhid

Tauhid memiliki keutamaan yang sangat banyak, dan balasan berupa surga merupakan keutamaan yang paling utama.  Selain itu, masih banyak kutamaan lainnya yaitu:

1. Tauhid merupakan pondasi kedamaian dan kebahagiaan pada masyarakat

Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

أسعد الناس بشفاعتي يوم القيامة من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه

“Orang yang paling bahagia ketika mendapatkan syafaat-ku di hari Kiamat kelak adalah orang yang mengucapkan “laa ilaaha ilallah” dengan ikhlas dari hatinya,” 2

2. Tauhid menjadi sebab istiqamahnya kehidupan seseorang

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu ‘Amr, bahwa Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

قل آمنت بالله ثم استقم

“Katakanlah bahwa aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah,” 3

3. Dengan tauhid, harta dan darah seseorang haram untuk ditumpahkan

Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Muadz bin Jabal, tatkala mengutusnya berdakwah ke negeri Yaman:  

إِنَّكَ سَتَأْتِيْ قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَىْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ -وَفِيْ رِوَايَةٍ- : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok kaum dari ahlul kitab (Nasrani), maka hendaknya yang pertama kali engkau dakwahkan adalah agar mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi melainkan Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dalam riwayat lainnya: agar mereka mentauhidkan Allah,”

Kemudian Rasul shalallahu alaihi wa sallam ingatkan kepada Mu’adz:

فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذٰلِكَ ، فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ

“Apabila mereka mentaatimu di dalam hal tersebut, maka jangan kau ambil harta-harta mereka,”4

4. Tauhid merupakan syarat diterimanya amal sholeh

Allah berfirman tentang orang-orang kafir yang dahulu banyak beramal shaleh ketika di dunia:

وَقَدِمْنَآ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنٰهُ هَبَاۤءً مَّنْثُوْرًا

“Kami perlihatkan segala amal (yang mereka kerjakan), lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan:23)

Dari ayat ini, Allah Subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa amal-amal sholeh yang dikerjakan oleh orang kafir saat di dunia, tidak akan diganjar oleh Allah ta’ala tatkala di akhirat kelak disebabkan mereka tidak mentauhidkan-Nya.


Disarikan dari kitab muqarrar maaddatil aqidah penerbit gharash

  1. Segala sesuatu yang disembah selain Allah, dan dia rida ↩︎
  2. Diriwayatkan oleh imam al-Bukhari No. 99 jilid 1 di dalam bukunya Shahih al-Bukhari pada kitab al-Ilmu. ↩︎
  3. Diriwayatkan oleh imam Muslim No. 38 jilid 1 di dalam bukunya Shahih Muslim pada kitab al-Iman. ↩︎
  4. Diriwayatkan oleh imam al-Bukhari No. 1496 jilid 2 di dalam bukunya Shahih al-Bukhari pada kitab az-Zakat.  ↩︎

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button