Mengapa Harus Malu Berbahasa Daerah?
Penulis : M. Rusli Agustian S.IP*
Bahasa adalah sarana komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam berinteraksi dengan kelompok sosialnya. Setiap kelompok atau suku pasti memiliki bahasa yang menjadi ciri atau identitas yang membedakan satu suku dengan suku yang lainnya, dan kita mengenalnya sebagai bahasa daerah. Maka, akan sangat besar kemungkinannya bahasa daerah itu akan menjadi “bahasa ibu”, yaitu bahasa yang pertama kali digunakan oleh manusia dari semenjak dia lahir hingga tumbuh dewasa. Sebagai contoh, apabila orang tua kita berasal dari suku Sunda, maka bahasa Sunda itu akan menjadi “bahasa ibu” kita, pun demikian juga ketika kita terlahir dari suku lain, maka nantinya akan menyesuaikan pula “bahasa ibu” kita.
Fenomena Malu Berbahasa Sunda
Berkaitan dengan bahasa daerah (terutama bahasa Sunda), ada kecenderungan saat ini di masyarakat, bahwa intensitas dan keinginan menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari sudah sangat jauh berkurang. Ini bisa kita lihat sendiri di lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Ada sebuah keengganan untuk berkomunikasi dengan bahasa Sunda, bahkan mungkin sudah dalam tahap malu bila menggunakannya. Ada sebuah stigma dalam masyarakat bahwa bahasa Sunda terkesan kampungan, tidak modern, dan juga alasan-alasan lain yang dianggap pembenar yang sebetulnya mungkin timbul dari mental rasa rendah diri atau minderwaardig (bahasa Belanda) dari orang Sunda itu sendiri.
Sangat ironis lagi adalah keengganan menggunakan bahasa Sunda itu kemudian “diterapkan” dalam pola asuh orang tua terhadap anaknya. Sehingga anak yang sejatinya diharapkan menjadi penerus generasi dan juga penerus budaya dan tradisi malah seperti kehilangan arah dalam mengenali bahasa dan budaya Sunda pada umumnya, karena kita sebagai orang tuanya pun tidak mengenalkan dengan baik tentang bahasa Sunda itu sendiri. Kekhawatiran kemudian muncul bahwa dalam jangka panjang, anak akan terasing dari akar dan budaya Sundanya, karena hal yang fundamental dalam kehidupan sosial seseorang adalah kemampuan berkomunikasi dalam bentuk bahasa, sesuatu yang sudah tidak lagi dikuasai oleh mereka.
Bahasa Sunda itu Kasar, Benarkah?
Dari pengamatan penulis yang juga hasil dari wawancara sederhana dengan beberapa orang tua muncul pengakuan bahwa bukan mereka tidak mau mengajarkan anak berbahasa Sunda, tapi ditakutkan nanti gaya komunikasi anak-anak mereka akan menjadi kasar. Tentu saja kekhawatiran ini patut diperhatikan, tapi juga menjadi pertanyaan yang menarik bahwa benarkah bahasa Sunda itu kasar dan akan membuat penggunanya jadi mudah berbicara kasar?
Bahasa Sunda adalah bahasa yang cukup rumit, karena memang mengenal Undak Usuk Basa, artinya ada tingkatan-tingkatan khusus tentang kepada siapa kita berbicara. Ada tiga tingkatan yang dikenal dalam bahasa Sunda, yang pertama untuk yang usianya di atas kita (saluhureun), kemudian untuk yang seusia atau sebaya dengan kita (saumuran), dan untuk yang berusia di bawah kita (sahandapeun). Semuanya memiliki aturan tersendiri. Tapi tingkatan ini bukan tingkatan yang menunjukkan derajat atau lapisan sosial masyarakat, karena dalam masyarakat Sunda tidak mengenal yang namanya kasta. Penggolongan di atas lebih memperlihatkan rasa penghormatan, adab dan etika kita terutama pada orang yang berbeda usianya, sehingga akan sangat dianggap tidak sopan apabila kita menggunakan bahasa kepada yang lebih tua dengan bahasa yang untuk sebaya atau di bawah kita. Dari sisi ini saja, memperlihatkan bahwa bahasa Sunda justru sangat menghargai etika.
Perasaan “kasar” yang muncul ketika seseorang menggunakan bahasa Sunda mungkin disebabkan karena tidak memahami Undak Usuk Basa tadi, sehingga ketika digunakan dalam berkomunikasi, menimbulkan tafsiran yang berbeda. Dan mungkin saja hal itu karena tidak diajarkan sedini mungkin. Ditambah dengan kekhawatiran orang tua sebagaimana diatas, hal tersebut akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Justru sebaiknya adalah anak diajarkan secara awal, mana ragam bahasa yang harus digunakan sesuai dengan lawan bicara yang dihadapi, bukan dengan cara dihindari atau bahkan tidak diajarkan sama sekali.
Bahasa Bisa Punah
Kekhawatiran yang lain dari penulis bahwa lama kelamaan bahasa Sunda akan hilang atau punah. Hal itu bisa saja terjadi bila para penutur bahasa Sunda sudah tidak mau menggunakan lagi bahasa Sunda. Bila itu terjadi maka tentu akan sebuah hal yang ironis. Bahasa yang merupakan salah satu unsur dari kebudayaan nantinya akan tercerabut dan bukan tidak mungkin, berawal dari bahasa, nanti kemudian akan menjalar ke budaya itu sendiri. Mungkin saja bila itu terjadi, generasi ke depan akan berada dalam posisi “bingung” dan hampa karena mereka sudah tidak mengenal lagi budaya dan bahasa mereka, atau mereka berada dalam persimpangan: merasa masih menjadi orang Sunda, tapi tidak mengetahui apa-apa tentang Sunda itu sendiri.
*Penulis adalah Pengampu Mata Pelajaran IPS di Madrasah Aliyah Al Ma’tuq.