Kehidupan Minimalis
Penulis: M.Rusli Agustian, S.IP
Pernahkah kita merasa ketika berada di ruang kerja ataupun di rumah terjebak dalam satu kondisi di mana kehidupan sudah terasa jenuh, ide-ide terasa sulit didapat, ruangan yang kita tempati terasa sempit dan pandangan sejauh mata memandang hanyalah tumpukan barang yang tidak beraturan? Bagaimanakah rasanya? Tidak nyaman pastinya.
Mungkin sebagian kita merasakan perasaan di atas sebagai keseharian dan sudah dianggap biasa, tapi tentu saja hal itu tidak baik dalam jangka waktu yang panjang, terutama untuk kesehatan mental kita. Produktivitas kerja menurun atau ketidaknyamanan perasaan baik di tempat kerja atau rumah lama-kelamaan akan menggerogoti waktu dan tenaga kita yang seharusnya bisa digunakan lebih efisien dan efektif.
Melihat fenomena itu, banyak orang yang menyerukan kembali tentang gaya hidup minimalis, sebuah gaya hidup yang mengedepankan fungsi dari suatu barang, kemudian mengurangi kepemilikan dan hanya benar-benar memprioritaskan kebutuhan dibanding keinginan.
Terlalu Banyak Barang
Salah satu penyebab kondisi di atas adalah karena kita memiliki terlalu banyak barang. Kita hidup di saat value seseorang diukur dari nilai benda yang dimilikinya. Maka semakin banyak barang yang dimiliki, semakin “wah” juga penilaian orang lain terhadap kita. Sehingga kadang tidak kita sadari, kita membeli bukan karena butuh, tetapi karena ingin.
Produsen sekarang memang cerdas dengan memproduksi barang-barang yang beraneka ragam dalam tenggang waktu yang juga tidak lama, sehingga kita sebagai konsumen walaupun sudah memiliki barang yang fungsi dan kegunaannya sebetulnya sejenis atau sama, tapi karena bentuk, warna maupun modelnya yang beraneka ragam, maka kita pun tertarik untuk membelinya lagi walaupun mungkin kita sudah memiliki barang tersebut. Ada rasa puas pastinya ketika barang itu dimiliki, akan tetapi nantinya hanya akan berakhir sebagai tumpukan-tumpukan yang tidak berguna. Ternyata, kadang bukan rumah kita yang sempit, tapi mungkin karena kita yang terlalu banyak memiliki barang.
Tercukupinya Kebutuhan Dasar
Pada hakikatnya, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang sederhana saja, dan hal itu sering kita klasifikasikan sebagai kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang mau tidak mau harus kita penuhi, kalau tidak, maka akan sangat berpengaruh pada kehidupan kita sebagai manusia, contohnya adalah yang kita kenal sebagai sandang, pangan dan papan. Selanjutnya baru kebutuhan sekunder dan tersier yang berfungsi sebagai pelengkap.
Salah satu contoh kebutuhan primer adalah baju atau pakaian. Cobalah kita tengok lagi berapa jumlah baju yang kita miliki, berapakah jumlahnya? Banyak? Adakah baju atau pakaian yang mungkin sudah dalam tempo yang lama tidak pernah kita pakai dan hanya menumpuk di lemari kita, berapa helai sebenarnya pakaian yang kita perlukan? Mungkin untuk memulai hidup secara minimalis, kita harus memulai menentukan kategorisasi mengenai pakaian kerja, pakaian sehari-hari, pakaian resmi untuk acara-acara tertentu, sehingga kita bisa menghitung berapa sebenarnya kebutuhan pakaian kita, sehingga tidak lagi menumpuk di sudut lemari kita. Setelah dari pakaian, mungkin kita bisa mulai melangkah melihat sepatu, sandal, tas, jam tangan, perabotan rumah tangga dsb. Bila sudah kita amati, perlukah kita memiliki barang-barang itu dengan jumlah yang banyak? Perlukah kita memiliki 5 (lima) pasang sepatu kalau ternyata yang kita gunakan untuk menunjang aktifitas kita hanya 3 (tiga) pasang saja? Bila kita sebagai pekerja kantoran, apakah 1 balpoin saja tidak cukup? Perlukah kita mengkoleksi pulpen dengan beraneka ragam, karena suka dengan model, bentuk dan warnanya, padahal yg kita perlukan untuk keperluan menulis hanya satu saja?
Membatasi Diri
Hidup minimalis akan membawa kita pada kesadaran bahwa kebutuhan manusia sebetulnya tidak banyak. Kita sendiri yang kadang menambahkan segala sesuatunya sehingga tampak berlebihan. Hidup minimalis juga membawa kita pada kesadaran untuk membatasi diri, bahwa suatu barang yang dilihat adalah dari fungsinya, bukan banyaknya. Bila kita memulainya dari sekarang, mungkin nantinya kita akan lebih selektif dalam memilih dan membeli suatu barang. Banyak hal positif yang akan kita dapatkan, selain menghemat pengeluaran, ruang tempat tinggal yang lebih luas, keterikatan pada suatu benda pun akan lepas dan yang lebih penting adalah kita bisa semakin fokus. Fokus dalam menjalani hidup tanpa harus bingung dengan pilihan-pilihan. Kita tidak sibuk lagi memilih, tas mana yang harus kita gunakan untuk kerja hari ini, karena tas yang kita miliki hanya 1 atau 2 saja, tidak lebih dari itu. Kita juga tidak dibingungkan dengan pakaian mana yang harus kita pakai, karena kita sudah menentukan prioritas dan jumlah yang tersedia dalam lemari kita. Mudah dan praktis, bukan?