5 Miskonsepsi Belajar Bahasa Indonesia
Ikhsan Abdul Aziz, S.Pd.
Miskonsepsi adalah pemahaman yang keliru atau salah mengenai suatu konsep dan informasi. Dalam KBBI daring Kemdikbud, miskonsepsi memiliki makna salah pengertian atau salah paham. Miskonsepsi terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang memiliki pemahaman yang tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Miskonsepsi dapat timbul karena berbagai alasan seperti informasi yang kurang jelas, interpretasi yang salah, dan pengalaman sebelumnya yang membingungkan.
Contoh miskonsepsi bisa bervariasi di berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan, matematika, bahasa, dan lain-lain. Sebagai contoh miskonsepsi, ada orang yang berpikir bahwa musim panas terjadi karena bumi lebih dekat dengan matahari saat itu. Padahal, faktanya musim panas dan musim dingin disebabkan oleh kemiringan sumbu bumi, bukan jaraknya dari matahari. Dari hal ini bisa dipahami bahwa miskonsepsi dapat menjadi suatu hambatan dalam pembelajaran dan pemahaman konsep. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi miskonsepsi dan memberikan klarifikasi yang benar agar individu dapat memiliki pemahaman yang lebih akurat.
Penulis menemukan beberapa miskonsepsi pada pembelajaran bahasa Indonesia. Ditinjau dari telaah personal, ada lima miskonsepsi yang umumnya muncul pada pemikiran individu tertentu. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya literasi dan edukasi tentang bahasa Indonesia. Padahal seluruh orang Indonesia sudah seharusnya belajar bahasa Indonesia, karena bahasa ini adalah bagian dari identitas bangsa. Di bawah ini adalah 5 miskonsepsi tentang belajar bahasa Indonesia yang akan penulis jelaskan.
1. Bahasa Indonesia pelajaran paling mudah.
Apakah pembaca setuju dengan opini di atas? Ada anggapan bahwa bahasa Indonesia memiliki karakteristik lisan yang sederhana, sehingga lebih mudah dipahami dan dipelajari. Sebenarnya meski bahasa Indonesia memiliki sistem pelafalan yang relatif sederhana karena sudah terbiasa dibandingkan bahasa lain, pemahaman terhadap tata bahasa tulis adalah hal yang juga diperlukan. Banyak orang yang jago dalam berbicara, tapi banyak dari mereka yang kewalahan ketika menulis. Termasuk dalam hal ini keterampilan berbahasa yang lainnya. Karena belajar bahasa Indonesia bukan hanya tentang mengasah siswa untuk berani berpidato di depan kelas.
Ada individu yang berpendapat bahwa untuk apa belajar bahasa Indonesia? Kita pasti mampu berbahasa Indonesia karena kita orang Indonesia. Bahasa Indonesia sangat mudah, jangan terlalu dipusingkan dengan kalimat, makna kata, dan lainnya. Semua orang akan memahaminya sendiri seiring terus berbahasa Indonesia. Bentuk opini kedua ini juga merupakan bagian dari miskonsepsi. Mudah atau tidaknya pelajaran adalah bagian dari variasi kemampuan belajar siswa. Memang ada siswa yang secara kognitif unggul pada satu atau beberapa mata pelajaran tertentu. Tapi unggulnya ia dalam pelajaran itu, lantas tidak membuatnya tidak belajar lagi. Menganggap bahwa pelajaran bahasa Indonesia itu mudah, maka jangan bermudah-mudah (asal-asalan) dalam belajarnya.
Anggapan bahwa bahasa Indonesia adalah pelajaran yang mudah memang tergantung dari masing-masing individu. Tapi tidak juga cepat menyimpulkan hal demikian. Justru umumnya, individu yang semakin dalam menggeluti bahasa Indonesia akan semakin tahu bahwa pelajaran ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Kendati begitu, penulis tidak juga bermaksud untuk menyatakan bahwa pelajaran ini adalah materi yang paling sulit. Penulis bermaksud untuk menyatakan bahwa tidak tepat siapa saja yang bermudah-mudah dalam belajar bahasa Indonesia meski kita orang Indonesia.
2. Tidak akan berguna ketika sudah lulus.
Mematahkan pemahaman bahwa belajar bahasa Indonesia tidak akan berguna ketika sudah lulus sangatlah mudah. Ada dua pertanyaan yang bisa diajukan kepada individu yang memahami konsep seperti ini. Pertama ketika lulus sekolah, bagaimana cara dia memulai bekerja? Kedua jika berkuliah, kemampuan apa yang diperlukan sebagai penunjang proses belajar?
Umumnya pertanyaan pertama akan dijawab dengan kalimat, “Tentu, saya akan berusaha membuat surat lamaran, cekatan dalam tes wawancara, dan berbahasa santun ketika mulai bekerja.” Nah, apakah tiga cara ini bukan bagian dari keterampilan berbahasa Indonesia? Surat lamaran adalah bagian dari materi bahasa Indonesia kelas 12, tes wawancara membutuhkan keberanian, kelancaran, ketegasan bicara dalam menjawab, dan bahasa yang santun adalah bagian dari etika berbahasa Indonesia.
Lalu pertanyaan kedua tentang kuliah, biasanya seseorang akan menjawab, “Ya, saya akan belajar menyimak dan memahami penjelasan dosen yang cepat, membiasakan rajin baca buku, dan menyiapkan salindia lalu mempresentasikannya ketika ada tugas. Kemudian apakah tiga cara ini juga bukan bagian dari keterampilan berbahasa Indonesia? Perlu diketahui bahwa keterampilan menyimak, membaca, dan mempresentasikan adalah bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia. Maka dari dua paragraf di atas, jelaslah bahwa menguasai bahasa Indonesia sangat berguna ketika sudah lulus sekolah.
3. Hanya sibuk dengan aktivitas membaca.
Jangan salah, belajar bahasa Indonesia bukan hanya tentang membaca saja. Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKP) Kemdikbudristek menyatakan capaian pembelajaran bahasa Indonesia dengan enam keterampilan berbahasa. Pertama, keterampilan reseptif yang meliputi kegiatan menyimak, membaca, dan memirsa. Dan kedua, keterampilan produktif yang meliputi berbicara, mempresentasikan, dan menulis. Membaca adalah bagian dari keterampilan reseptif yang artinya menerima. Membaca menjadi keterampilan yang harus dipahami dalam belajar bahasa Indonesia, tapi tidak hanya itu saja. Dalam keterampilan reseptif ada menyimak dan memirsa juga. Dan hal ini belum dengan keterampilan produktif.
Bagi individu yang cenderung tidak terlalu fokus pada keterampilan membaca, ia bisa memusatkan keterampilan berbahasa pada ranah yang lain. Pilih keterampilan berbahasa yang sesuai dengan kemampuan dan peluang untuk bisa lebih berkembang. Jangan salah paham, meski ketika di sekolah saat belajar bahasa Indonesia selalu disajikan teks, tapi pembelajarannya bisa bervariasi. Bahkan belajar bahasa Indonesia cenderung lebih bisa berkreasi dibanding beberapa pelajaran lainnya.
4. Bukan pelajaran yang mendasar.
Bahasa sebetulnya adalah pelajaran yang sangat mendasar. Ada sebuah fakta yang beberapa orang tidak menyadarinya. Bayi yang masih dalam kandungan akan belajar menyimak, mendengar, dan merasakan hal yang ada pada ibunya. Umumnya bayi yang belum lahir—pada usia kandungan yang sudah lama—memiliki kemampuan untuk menyimak. Menyimak menjadi penguasaan keterampilan bahasa pertama bagi semua orang.
Kemudian jika telah lahir dan berusia satu tahun, ia akan belajar berbicara meski hanya beberapa kata. Lalu ketika ia sudah berumur 2 hingga 4 tahun akan belajar membaca. Dan ketika memasuki masa prasekolah, ia akan belajar menulis. Proses ini umumnya dilalui oleh semua orang termasuk Anda yang membaca artikel ini.
5. Hanya dipelajari saat di sekolah.
Bahasa Indonesia adalah pelajaran yang wajib dipelajari dari tingkat dasar, menengah, hingga atas. Apakah belajar bahasa Indonesia hanya sampai kelas 12 SMA/MA/SMK? Tentu tidak. Siapa saja ketika berkuliah pasti akan bertemu dengan mata kuliah bahasa Indonesia yang ditujukan untuk penulisan tugas akhir atau skripsi. Bahasa Indonesia untuk penulisan karya ilmiah adalah mata kuliah wajib semua jurusan perkuliahan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Rahayu (2009). Mata kuliah bahasa Indonesia ialah mata kuliah yang harus diberikan pada semua jenjang serta jalur pendidikan. Hal ini dikemukakan dalam Undang-Undang nomor dua Tahun 1989 perihal Sistem Pendidikan Nasional dan ditegaskan kembali di Undang-Undang angka 20 tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional (Rahayu, 2009). Purnawanti (96, 2021) juga menegaskan bahwa penggunaan bahasa merupakan hal yang sangat krusial dalam penulisan karya ilmiah. Hal ini bertujuan agar apa yang disampaikan oleh penulis skripsi bisa dipahami oleh pembaca.
Menarik bukan? Ternyata bahasa Indonesia bukan hanya dipelajari di sekolah saja, tapi juga hingga tingkat perguruan tinggi. Ini membuktikan bahwa belajar bahasa Indonesia itu memerlukan proses yang lama dan berurutan. Mulai dari belajar berbicara hingga menyusun tulisan ilmiah dan mempresentasikannya.
Rujukan
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan. 2022. Capaian Pembelajaran Bahasa Indonesia Fase A-Fase F. Kemdikbudristek
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Miskonsepsi (diakses pada 1 Januari 2023)
https://psikologi.uma.ac.id/manfaat-mata-kuliah-bahasa-indonesia-di-perguruan-tinggi/ (diakses pada 1 Januari 2023)
Purnawanti, Felisa. 2021. Buku Ajar Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Depok: Rajawali Pers.