Keminderan Berbuah Kemandirian
Muhammad Rafiq Hilal, S.Psi.
“Ada manusia yang ditakdirkan hidup berkecukupan, ada pula yang bermewah-mewahan. Ada yang ditakdirkan menikmati kebahagiaan, ada pula yang tertatih-tatih menyambung kehidupan. Ada yang ditakdirkan menikmati masa kecilnya, ada pula yang menangguhkannya. Ada yang ditakdirkan mencapai cita-cita dengan mudah, ada pula yang harus berusaha keras dan bersusah payah.”
Tidak ada yang salah dengan ungkapan di atas. Pesan utamanya adalah bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda dan tidak ada yang salah dengan perbedaan tersebut.
Kisah Inspiratif
Berbicara tentang perjalanan hidup, penulis terinspirasi ketika bertemu dengan seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang berasal dari daerah Nagrak, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Sebut saja fulan, saat duduk di kelas 5 SD ia harus menghadapi kenyataan pahit ketika orang tuanya bercerai. Keadaan ini memaksanya putus sekolah dan membuatnya merasa minder karena berasal dari keluarga kurang mampu.
Setiap hari, anak saleh ini membantu ayah tirinya berkeliling menjual ubi. Dengan berperawakan kurus, ia memikul lebih dari 40 kilogram ubi dalam karung setiap hari sambil berjalan kaki. Meskipun usianya masih sangat muda, ia telah membuktikan kegigihan dan semangat yang luar biasa dalam menghadapi tantangan hidup serta berusaha untuk mandiri.
Keminderan yang ia rasakan justru menjadi pendorong bagi dirinya untuk mandiri. Ia tidak ingin menjadi beban bagi keluarga. Semangat dan kerja kerasnya terlihat saat ia berusaha membantu ayah tirinya mencari nafkah. Ia juga belajar banyak dari setiap langkah yang diambil. Kesulitan yang dihadapi sejak usia dini telah membentuknya menjadi pribadi yang kuat dan mandiri.
Anak saleh ini adalah contoh nyata bahwa keminderan tidak harus menjadi penghalang untuk meraih kemandirian. Dengan kemauan yang teguh dan semangat tak kenal menyerah, ia mampu mengubah keminderan menjadi kekuatan untuk mandiri dan membantu keluarganya. Kisahnya ini mengajarkan kita bahwa setiap tantangan bisa menjadi peluang untuk tumbuh dan berkembang, asalkan kita memiliki tekad yang kuat untuk menghadapinya.
Memahami Keminderan
Rasa minder atau rendah diri dalam psikologi, sering kali disebut dengan istilah “inferiority complex” (kompleks inferioritas). Kompleks inferioritas adalah perasaan yang mendalam dan berkelanjutan bahwa seseorang tidak sebanding, kurang berharga, atau tidak mampu dibandingkan dengan orang lain. Ini bisa memengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku seseorang secara signifikan.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang merasa minder. Pertama, pengalaman masa kecil. Pengalaman negatif atau trauma masa kecil seperti kekerasan, penolakan, atau kritik berlebihan dari orang tua atau teman sebaya dapat membentuk rasa minder. Kedua, perbandingan sosial. Maksudnya adalah kerap membandingkan diri dengan orang lain dan merasa inferior dalam berbagai aspek seperti kondisi fisik, prestasi akademis, atau status sosial. Ketiga, kegagalan atau penolakan. Pengalaman kegagalan berulang atau penolakan dapat memperkuat perasaan rendah diri.
Dampaknya tidak hanya memengaruhi pikiran dan emosi, tetapi juga perilaku, hubungan sosial, dan kemampuan individu untuk mencapai potensi. Rasa minder dapat memicu gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres. Selain itu, rasa minder juga dapat mengganggu kemampuan untuk menjalin dan menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain, serta menghalangi individu mencapai potensinya dalam karier atau pendidikan.
Transformasi Keminderan Menjadi Kemandirian
Sebagai seorang muslim kita percaya bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling terbaik dan sempurna, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Allah ﷻ menganugerahkan manusia kemampuan yang khas seperti kemampuan intelek, emosi, dan berbagai keterampilan fisik yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an surah At-Tin ayat 4
لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ فِيٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٖ
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Ayat ini memotivasi kita sebagai manusia untuk merenungkan dan bersyukur atas penciptaan yang luar biasa. Kesadaran akan keagungan penciptaan ini seharusnya mendekatkan kita kepada Allah ﷻ dan memotivasi kita untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Keyakinan ini dapat membantu memperkuat rasa percaya diri.
Meningkatkan kepercayaan diri adalah proses yang memerlukan pemahaman diri yang mendalam dan komitmen untuk terus berkembang. Langkah awal dalam proses ini adalah mengenali dan menerima diri kita sebagaimana adanya. Kenali kekuatan yang kita miliki dan akui kelemahan kita. Dengan menerima diri sendiri, kita bisa fokus pada perbaikan diri secara positif.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir perasaan minder. Pertama, selalu berdoa memohon kekuatan dan petunjuk dari Allah ﷻ dalam setiap langkah yang diambil. Dengan doa, kita merasa lebih dekat dengan Allah ﷻ dan mendapatkan kekuatan batin untuk menghadapi berbagai situasi.
Selalu bersyukur atas karunia dari Allah ﷻ, baik yang besar maupun yang kecil, adalah langkah penting selanjutnya. Rasa syukur membantu kita menghargai apa yang kita miliki dan melihat hal-hal positif dalam setiap situasi. Cara ini membuat kita lebih merasa puas dan akan mengurangi rasa minder.
Bergaul dengan orang-orang saleh yang dapat memberikan dukungan dan nasihat juga sangat penting. Lingkungan yang positif dan penuh dukungan dapat membangun rasa percaya diri dan memberikan inspirasi. Mereka yang saleh biasanya juga memberikan nasihat berdasarkan hikmah dan pengalaman yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita.
Selalu ingat bahwa tujuan akhir hidup adalah untuk beribadah kepada Allah ﷻ dan mencapai rida-Nya. Konsep ini memberikan perspektif yang lebih luas dan bisa mengurangi rasa minder. Ketika menyadari bahwa hidup ini adalah perjalanan menuju Allah ﷻ, kita akan lebih fokus pada upaya untuk memperbaiki diri dan memberi manfaat, ketimbang terlarut dalam perasaan minder. Tujuan yang mulia ini memberikan arti yang lebih dalam pada setiap perbuatan dan mendorong kita untuk selalu berusaha maksimal dalam kerangka ibadah kepada Allah ﷻ. Berharap bahwa apa yang kita sentuh di kemudian hari, dapat bermanfaat untuk umat. Allahu a’lam.