Sejarah dan Kisah

Mengenal Ilmu Tarikh

Muhammad Ichsan, B.A., M.Pd.

ORDER

Mengenal Ilmu Tarikh
Muhammad Ichsan, B.A., M.Pd.

A. Pendahuluan

Sejarah dan peradaban Islam merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat Islam dari masa ke masa. Bagaimana tidak, dengan memahami sejarah Islam secara baik dan benar, umat Islam bisa bercermin untuk mengambil banyak hikmah dan memperbaiki kesalahannya demi mencapai kejayaan dan kehormatan dunia akhirat.

Semoga Allah Ta’ala meridai sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu yang berkata, “Orang beruntung adalah orang yang mengambil ibrah (pelajaran) dari (peristiwa yang dialami) orang lain.”[1]

Dalam Al-Qur’an Allah Ta’ala bersumpah dengan Al-‘Ashr (masa/waktu) karena di dalamnya banyak terdapat peristiwa yang bisa menjadi renungan dan pelajaran bagi umat manusia. Saatnya meraih kebahagiaan dan amal saleh bagi orang yang beriman. Allah Ta’ala berfirman:

وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (QS. al-‘Ashr [103]:1-3)

Oleh karena itu, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan keagungan surah Al-‘Ashr dengan perkataannya, “Seandainya Allah Ta’ala tidak menurunkan (dalam Al-Qur’an) suatu bukti bagi seluruh ciptaan kecuali surah ini, maka cukuplah bagi mereka.”[2]

B. Pengertian Tarikh Islami

1. Secara Bahasa

Tarikh islami atau yang secara bahasa berarti penanggalan Islam, adalah sistem kalender yang digunakan oleh umat Islam untuk menentukan waktu dan hari-hari penting dalam agama. Tarikh ini digunakan untuk memperingati peristiwa penting dalam sejarah Islam, khususnya hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Hingga kemudian dijadikan sebagai tahun pertama dalam kalender Hijriah.

Kalender Hijriah terdiri dari 12 bulan dalam setahun, yakni Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah (żūlqa‘dah), dan Zulhijah. Satu tahun dalam kalender Hijriah memiliki 354 atau 355 hari, lebih pendek dibandingkan tahun dalam kalender Masehi yang terdiri dari 365 atau 366 hari.

Penggunaan tarikh ini sangatlah penting bagi umat Islam, terutama untuk menentukan waktu pelaksanaan ibadah tertentu, seperti puasa Ramadan dan perayaan Idulfitri atau Iduladha. Dengan mengenali tarikh, umat Islam dapat lebih memahami kesucian, tradisi, dan peristiwa bersejarah yang memengaruhi kehidupan mereka.

2. Secara Istilah

Secara istilah tarikh berarti ilmu yang mempelajari tentang sejarah Islam, mulai dari peristiwa-peristiwa bersejarah, seperti peperangan, penaklukan, masuk Islamnya tokoh-tokoh muslim, dan lain-lain. Diawali sejak wafatnya Rasulullah ﷺ yang dimulai sejak khulafa’u ar-Rasyidin sampai runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani.

Ada perbedaan ilmu siroh dengan ilmu tarikh. Siroh mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi sejak lahirnya Nabi ﷺ sampai beliau wafat. Adapun tarikh, maka pembahasannya dimulai sejak wafatnya Nabi ﷺ atau dimulai pada kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu.

C. Keutamaan Mempelajari Tarikh Islami

Belajar sejarah dan kisah-kisah masa lalu memiliki sensasi yang berbeda dengan mempelajari hukum-hukum fikih. Sejarah Islam bisa memberikan semangat dan motivasi berupa praktik penerapan langsung dari ilmu yang dipelajari. Oleh karena itu, sebagian ulama lebih suka membahas sejarah dan keteladanan para nabi dan orang-orang saleh. Imam Abu Hanifah rahimahullah pernah berkata,

الحكايات عن العلماء ومجالستهم أحب إلي من كثير من الفقه؛ لأنها آداب القوم وأخلاقهم

“Kisah-kisah (keteladanan) para ulama dan duduk di majelis mereka lebih aku sukai dari pada kebanyakan (masalah-masalah) fikih, karena kisah-kisah tersebut (berisi) adab dan tingkah laku mereka (untuk diteladani)”[3]

Bahkan sepertiga isi Al-Qur’an berisi mengenai sejarah dan kisah-kisah umat di masa lalu, agar kita bisa mengambil pelajaran dan menjadikan teladan dari kisah para nabi dan orang saleh. Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُون

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (Para Nabi Alaihim Salam dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (sehat). Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yusuf: 111)

D. Mengajarkan Tarikh Sejak Dini

Pada umumnya anak-anak sangat senang dengan cerita dan kisah, apalagi jika yang menceritakan adalah orang tuanya. Anak-anak butuh sosok teladan yang akan diikutinya, karena anak-anak adalah ‘mesin fotokopi’ yang sangat cepat. Apa yang mereka lihat dan mereka dengar akan dengan cepat diikuti.

Generasi muda Islam di zaman keemasan merupakan generasi terbaik, yaitu di zaman para salafus shalih. Mereka sangat memperhatikan hal ini pada anak-anak mereka. Mereka mengajarkan dan membacakan sejarah Islam kepada anak-anak mereka. Mereka perkenalkan para pahlawan Islam sebagai sosok yang harus diteladani dan dikagumi.

Karena pentingnya sejarah Islam, sampai-sampai mereka mengajarkan sejarah Islam sebagaimana mereka mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak mereka. ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib (dikenal dengan nama Zainal ‘Abidin) berkata,

كنا نعلم مغازي النبي صلى الله عليه و سلم وسراياه كما نعلم السورة من القرآن

“Dahulu kami diajarkan tentang (sejarah) peperangan Rasulullah ﷺ sebagaimana Al-Qur’an diajarkan kepada kami.”[4]

Semoga kita selalu bersemangat mengajarkan sejarah Islam kepada anak-anak dan generasi muda. Belikan anak buku sejarah para sahabat dan orang saleh sejak usia dini lalu baca serta jelaskan kepadanya. Kenalkan kepada mereka para pemuda Islam sehingga mereka akan menjadikannya sebuah teladan dan contoh.


[1] HR Muslim, no. 2645

[2] Dinukil oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Hasyiyatu Tsalatsatil Ushul, hlm. 14

[3] Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi karya Ibnu Abdil Barr, I/509 no.819, Darul Ibnu Jauzi, cet. I,1414 H

[4]  Al-Jaami’ li Akhlaaqir Raawi 2/195 karya al-Khatib al-Baghdadi, Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh, 1430 H

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button