Bahaya Sifat `Ujub
Penerjemah: Wildan Faroz, B.A., M.Pd.
Sifat bangga pada diri sendiri (`ujub) merupakan penyakit yang serius dan berbahaya. Sifat ini termasuk penyakit hati yang dapat merusak niat. Ia akan meruntuhkan amalan seseorang dan menjauhkannya dari Allah Subhanahu Wata`ala. Sifat ini adalah tanda kelemahan akal dan kurangnya pemahaman. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ، وَثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ؛ فَأَمَّا الْمُنْجِيَاتُ: فَتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ، وَالْقَوْلُ بِالْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالسُّخْطِ، وَالْقَصْدُ فِي الْغِنَى وَالْفَقْرِ. وَأَمَّا الْمُهْلِكَاتِ: فَهَوًى مُتَّبِعٌ، وَشُحٌّ مُطَاعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ، وَهِيَ أَشَدُّهُنَّ
“Ada tiga hal yang menyelamatkan dan tiga hal yang membinasakan. Adapun yang menyelamatkan adalah taqwa kepada Allah di dalam sembunyi dan terang-terangan, berkata benar dalam suka dan duka, dan sikap sederhana dalam kaya dan miskin. Sedangkan yang membinasakan adalah: hawa nafsu yang dituruti, kerakusan yang ditaati, dan rasa bangga pada diri sendiri, dan ini adalah yang paling berat di antara semuanya.” (HR. Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abu al-Iman)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,
اثنتان مهلكتان: العُجْبُ، والقُنُوطُ
“Ada dua hal yang membinasakan: rasa bangga pada diri sendiri dan putus asa.” (HR. Abu Nu’aim dalam kitab Hilyat al-Auliya)
Adapun perbedaan antara keduanya dalam membinasakan adalah bahwa orang yang putus asa tidak mencari kebahagiaan karena keputusasaanya, sementara orang yang `ujub tidak mencarinya karena merasa telah mencapainya. Jika seseorang terkena sifat ini, maka ia akan menghancurkan seluruh amal kebaikannya.
Sifat `ujub juga akan mengarah pada kesombongan, merendahkan orang lain, dan merasa lebih tinggi dari hamba-hamba Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan.” (HR. Muslim)
Sifat `ujub juga dapat menyebabkan munculnya banyak bid’ah dan kesesatan. Ka’ab radhiallahu ‘anhu menyebutkan, “Sesungguhnya ada sekelompok orang yang berkumpul kemudian meninggalkan jamaah (kelompok) karena tidak suka kepada mereka dan mencela mereka. Mereka tidak melakukan itu (kecuali setelah) `ujub masuk ke dalam hati mereka. Maka, jauhilah `ujub, karena itu adalah penyebab kehancuran dan kebinasaan.” (HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatu al-Auliya).
Terkadang, rasa bangga pada diri sendiri juga dapat menyebabkan seseorang meremehkan orang lain dan mencela mereka atas dosa-dosa mereka. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Mencela saudaramu karena dosanya adalah dosa yang lebih besar dan lebih buruk daripada dosanya itu sendiri. Di dalam celaan tersebut terdapat rasa sombong karena ketaatanmu, penyucian diri sendiri, dan menganggap dirimu suci dari dosa, sementara saudaramu terjatuh dalam dosa. Mungkin dengan dosa tersebut, saudaramu merasa hina, tunduk, merendahkan diri, terbebas dari penyakit kesombongan dan takabur, serta berdiri di hadapan Allah dengan kepala tertunduk, pandangan rendah, dan hati yang hancur. Hal itu lebih bermanfaat baginya dan lebih baik daripada kesombonganmu dengan ketaatanmu, memperbanyaknya, dan merasa berjasa kepada Allah dan hamba-hamba-Nya dengan ketaatanmu tersebut. Betapa dekatnya orang yang berdosa ini dengan rahmat Allah dan betapa dekatnya orang yang sombong ini dengan murka Allah. Dosa yang membuatmu merasa rendah di hadapan Allah lebih disukai oleh-Nya daripada ketaatan yang membuatmu sombong di hadapan-Nya. Lebih baik engkau tidur di malam hari dan bangun dengan penyesalan daripada engkau beribadah di malam hari dan bangun dengan perasaan bangga. Orang yang bangga tidak akan naik amalnya (diterima oleh Allah). Tertawa dengan rasa mengakui kesalahan lebih baik daripada menangis dengan perasaan sombong. Rintihan orang-orang berdosa lebih disukai Allah daripada lantunan dzikir orang-orang yang sombong. Mungkin Allah memberi obat kepada orang yang berdosa ini dengan dosa tersebut untuk mengeluarkan penyakit mematikan yang ada padamu tanpa kamu sadari.”
Dan seseorang mungkin kagum pada amalannya sementara dia salah dalam amal tersebut, seperti kekaguman para pelaku bid’ah dan hawa nafsu terhadap amalan mereka. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (104)
“Katakanlah: Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? (Yaitu) orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)
`Ujub akan membuat seseorang lupa akan dosa-dosanya dan tidak memeriksanya lagi karena ia mengira bahwa dirinya tidak perlu memeriksanya. Ia akan melupakan dosa-dosanya dan jika ada yang ia ingat, ia akan menganggapnya kecil sehingga tidak bersungguh-sungguh dalam bertobat darinya. Sedangkan dalam hal ibadah dan ketaatan, ia akan merasa besar dan melihatnya sebagai amal yang terbaik dan paling sempurna. Ia merasa telah memberi nikmat kepada Allah dengan melakukannya dan melupakan nikmat Allah yang berupa taufik dan hidayah yang diberikan kepadanya.
Sumber: https://al-badr.net/muqolat/6274 (dengan beberapa penyesuaian)