Obat Penyakit ‘Ujub
Wildan Faroz, B.A., M.Pd.
Keburukan dari sifat `ujub sangat banyak dan akibatnya sangat berbahaya. Ka`ab rahimahullah berkata, “Sekiranya ilmumu memenuhi langit dan bumi dengan rasa bangga diri, Allah tidak akan menambah apa pun kecuali kehinaan dan kekurangan.” (Ibn ‘Abd al-Barr dalam kitab Jami’ Bayan al-‘Ilm wa Fadhlihi)
Diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab al-Faqih wa al-Mutafaqqih bahwa Abdullah ibn al-Mu’taz berkata, “`Ujub adalah keburukan terbesar dari akal.”. Masruq berkata, “Cukuplah bagi seseorang untuk dikatakan berilmu jika ia takut kepada Allah dan cukuplah bagi seseorang untuk dikatakan bodoh jika ia `ujub dengan ilmunya.” (Al-Darimi dalam kitab al-Sunan)
Maka, wajib bagi seorang muslim untuk merendahkan dirinya dan menganggap dirinya penuh dengan kekurangan, serta berhati-hati agar tidak terkena penyakit `ujub dan kesombongan, agar tidak binasa karenanya. Jika sifat `ujub ini mulai muncul dalam diri kita, ingatlah tiga hal berikut ini.
Dosa-Dosa yang Pernah Dilakukan
Orang yang senantiasa mengakui dosa-dosanya dan mengingat kekurangannya dalam menunaikan hak-hak Rabbnya, maka itu akan mempermudah upayanya dalam menghilangkan sifat `ujub. Sedangkan orang yang senantiasa mengingat amal-amal baiknya dan melupakan dosa-dosanya, maka ia semakin dekat dengan sifat `ujub.
Al-Hafizh Ibn Rajab rahimahullah berkata, “Dan ini lebih disukai oleh Allah daripada melakukan banyak ketaatan, karena melaksanakan ketaatan secara terus-menerus dapat menyebabkan pelakunya merasa bangga. Dalam sebuah hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jika kalian tidak berdosa, aku khawatir akan menimpa kalian sesuatu yang lebih parah dari itu; yaitu kebanggaan (`ujub).’ Al-Hasan berkata, ‘Seandainya anak Adam setiap kali berbicara selalu benar dan setiap kali berbuat selalu baik, maka dia akan segera menjadi gila karena `ujub,’ Sebagian ulama berkata, ‘Dosa yang membuatku merasa butuh kepada-Nya lebih aku sukai daripada ketaatan yang membuatku merasa bangga di hadapan-Nya. Rintihan orang-orang yang berdosa lebih disukai oleh Allah daripada lantunan orang-orang yang bertasbih, karena lantunan orang-orang yang bertasbih mungkin saja disertai kebanggaan, sedangkan rintihan orang-orang yang berdosa dihiasi dengan kerendahan hati dan rasa butuh kepada Allah.’ Dalam sebuah hadits disebutkan, ‘Sesungguhnya Allah memberikan manfaat kepada hamba-Nya dengan dosa yang dilakukannya,’ Al-Hasan berkata, ‘Sesungguhnya seorang hamba melakukan dosa dan tidak melupakannya, dan dia terus merasa takut karena dosa itu hingga dia masuk surga.” (Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma`arif)
Maka, dibalik perbuatan dosa yang dilakukan oleh seorang mukmin ada penyesalan, kesedihan dan perbaikan.
Tetap Ada Kekurangan dalam Setiap Amal yang Kita Lakukan
Betapa pun seseorang berusaha menyempurnakan suatu amalan, tetap saja ia tidak lepas dari kekurangan. Tidak ada seorang pun yang bisa memastikan bahwa amalannya diterima. Allah Subhanahu wa ta`ala berfirman saat menggambarkan keadaan orang-orang mukmin yang sempurna imannya.
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka berikan, dengan hati yang penuh ketakutan (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al-Mu’minun: 60)
Aisyah radhiyallahu anha bertanya kepada Nabi ﷺ tentang ayat ini, “Apakah (yang dimaksud ayat itu adalah) orang yang berzina, mencuri, dan minum khamar?” Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak, wahai putri Abu Bakar (atau wahai putri Shiddiq) tetapi dia adalah orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, namun dia takut kalau amalannya tidak diterima.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Allah ﷻ juga berfirman menggambarkan keadaan Nabi Ibrahim `alaihissalam dengan segala keutamaan yang Allah berikan kepadanya, beliau berdoa agar amalannya diterima setelah selesai membangun Ka’bah, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), ‘Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.” (QS. Al-Baqarah: 127)
Amal Shalih Temasuk Nikmat yang Allah ﷻ Berikan Kepada Kita
Hal ini dijelaskan dalam hadits yang terdapat di Shahih Bukhori dan Muslim, dari Abu Hurairah radiyallahu `anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak ada seorang pun dari kalian yang akan diselamatkan oleh amalnya.” Para sahabat bertanya, “Tidak juga engkau, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak juga aku, kecuali jika Allah melimpahkan rahmat-Nya padaku.” Beliau ﷺ adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling sempurna ibadahnya mengatakan demikian. Maka bagaimana dengan orang lain?
Oleh karena itu, obat dari sifat `ujub sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an adalah dengan mengucapkan, “Masya Allah, la quwwata illa billah.” (QS. Al-Kahfi: 39). Ingatlah bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak Allah ﷻ, termasuk amal shalih yang kita lakukan.
Jika seseorang merenungkan tiga hal ini, maka dengan izin Allah ﷻ rasa kagumnya akan hilang. Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Jika engkau khawatir akan merasa kagum terhadap amalmu, ingatlah ridha siapa yang engkau cari, dalam kenikmatan apa yang engkau dambakan, dan dari siksa apa yang engkau takutkan. Siapa yang merenungkan hal itu, amalnya akan terasa kecil di hadapannya.” (Syiar ‘Alam al-Nubala). Dan doa adalah kunci segala kebaikan dan pelindung dari segala keburukan.
Sumber: https://al-badr.net/muqolat/6274 (dengan beberapa penyesuaian)